RSS
Facebook
Twitter

Rabu, 21 Oktober 2015



Setiap event pasti menimbulkan goresan-goresan kecil yang beragam. Menurut saya itu hanya masalah selera dan perbedaan sudut pandang saja. Saya harap semakin hari semakin banyak pribadi yang mampu menerima setiap hal yang dilalui dengan lapang dada.

Youth Media Festival 2015, salah satu event kepemudaan yang kembali saya ikuti, bertemu dengan berbagai macam pembicara dan kawan-kawan sesama volunteer yang sangat menginspirasi dari berbagai penjuru Indonesia.

YMF 2015 ini mengambil tema “Hastag For Nation” dimaksudkan agar kita para pemuda membuat hastag kita sendiri atau dengan kata lain membuat gerakan kita sendiri untuk Indonesia.

Mengangkat 3 isu utama yaitu media, bonus demografi dan MEA, acara YMF 2015 ini diselenggarakan dengan cukup meriah di Udinus Semarang,

Dukungan dari kampus terhadap acara ini saya rasa sangat luar biasa, Bahkan Rektor Udinus turut berpartisipasi aktif dengan menjadi salah satu pembicara di Grand Seminar pertama dengan memperkenalkan produk unggulan dari Udinus ini sendiri yaitu E-Gamelan yang bisa berfungsi di Android. E-Gamelan ini mendapat apresiasi yang luar biasa dari pihak kampus, pihak keraton jogja dan solo serta sudah sanggup mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional.

Minion Team, Terbaik ke-3 Creative Work
Dalam event ini saya memfokuskan untuk mengambil banyak ilmu dari kelas jurnalistik. Beberapa pandangan dan idealisme saya peroleh disini, diantaranya: Salah seorang pemateri dari Suara Merdeka mengajak kita para pemuda sekarang untuk lebih melek media, karena tidak semua media menyampaikan fakta tapi terkadang media hanya membenarkan fakta. Hal ini dirasa wajar terjadi karena semata-mata untuk mengejar rating, profit oriented dan power.

Kemudian dalam kelas yang lain saya mendapat pandangan baru mengenai ilmu jurnalistik bahwa menjadi wartawan sekarang ini adalah murni sebuah profesi. Banyak diantara mereka yang membuat berita yang hanya menitik beratkan pada yang diminati pasar, hanya sedikit yang masih membuat berita berdasarkan asas memberika edukasi, informasi, komunikasi dan gerakan sosial kontrol. Beberapa alasan lainnya, hal ini terjadi karena tekanan dari atasan untuk membuat target berita berbatas waktu.

Pembicara yang merupakan wartawan freelance dari BCC menyampaikan atas dasar itu beliau lebih memilih menjadi freelancer agar lebih leluasa untuk membuat berita yang berkualitas.

Apa yang bisa dilakukan mahasiswa? Sebagai orang biasa yang peduli terhadap masalah ini kita bisa memberikan solusi kita diantaranya dengan menjadi citizen journalism. Dengan menjadi citizen journalism kita bisa lebih bebas membantu menyebarkan optimisme dengan membuat berita tanpa terikat apapun.

Pesan dari beliau, bahwa untuk menjadi citizen journalism pemula kita tidak diharuskan untuk mempelajari berbagai macam kaidah jurnalistik yang sangat panjang kali lebar. Poin terpenting ketika kita menyampaikan suatu berita yang terpenting adalah berdasarkan data dan fakta yang terverifikasi, maka berita yang kita buat sudah layak dikonsumsi publik.

Pandangan dari berbagai pembicara yang sudah saya temui dai event kali ini membuat saya merasa bahwa bagi siapapun yang memutuskan untuk menjadi wartawan ataupun seorang journalist harus menyiapkan dirinya untuk bekerja berdasarkan passion ini. Masih mengutip dari salah satu pembicara dalam event ini: Passion bukan merupakan sesuatu yang untuk diikuti tapi passion adalah sesuatu yang harus dikejar dan banar-benar diusahakan dengan penuh gairah.

Namun, saya rasa tidak semua wartawan itu ‘tertekan’ seperti yang dipaparkan oleh beberapa pembicara sebelumnya. Sebelum ini saya sempat juga bertemu dengan mba Melda, salah satu jurnalis CNN yang masih bisa ‘bahagia’ dalam menjalankan keseharian dan profesinya.

Dalam kesempatan tersebut, kami sempat bertukar pikiran mengenai berbagai macam hal. Beliau merupakan seorang kawan yang asik untuk diajak diskusi. Sayang sekali pertemuan kali ini hanya berlangsung sangat singkat karena di hari berikutnya beliau sudah pergi ke Salatiga bahkan tanpa sempat berpamitan terlebih dahulu. Padahal masih banyak hal yang ingin saya tanyakan dan ingin saya konsultasikan.

Salah satu kata yang masih saya ingat adalah beliau sempat mengatakan bahwa saya sangat cocok jika menjadi jurnalis. Meskipun begitu beliau tetap memperingatkan bahwa ketika menjadi jurnalis kamu harus belajar banyak lagi mengenai ilmu junalistik, karena dalam jurnalistik tidak ada ilmu keteknikan seperti yang saya pelajari sekarang ini.

Ntah ‘ramalan’ itu hanya sebuah kata untuk memotivasi saya atau memang sebuah analisis dari seorang jurnalis lulusan sastra jerman Universitas Indonesia tersebut.

Kita lihat saja nanti, ketika dewasa nanti saya akan menjadi ‘seperti apa’.

#YMF2015
#HastagForNation

0 komentar:

Posting Komentar