Setiap event pasti menimbulkan goresan-goresan kecil yang beragam.
Menurut saya itu hanya masalah selera dan perbedaan sudut pandang saja. Saya
harap semakin hari semakin banyak pribadi yang mampu menerima setiap hal yang
dilalui dengan lapang dada.
Youth Media Festival 2015, salah satu event kepemudaan yang kembali
saya ikuti, bertemu dengan berbagai macam pembicara dan kawan-kawan sesama
volunteer yang sangat menginspirasi dari berbagai penjuru Indonesia.
YMF 2015 ini mengambil tema “Hastag For Nation” dimaksudkan
agar kita para pemuda membuat hastag kita sendiri atau dengan kata lain membuat
gerakan kita sendiri untuk Indonesia.
Mengangkat 3 isu utama yaitu media, bonus demografi dan MEA,
acara YMF 2015 ini diselenggarakan dengan cukup meriah di Udinus Semarang,
Dukungan dari kampus terhadap acara ini saya rasa sangat
luar biasa, Bahkan Rektor Udinus turut berpartisipasi aktif dengan menjadi
salah satu pembicara di Grand Seminar pertama dengan memperkenalkan produk
unggulan dari Udinus ini sendiri yaitu E-Gamelan yang bisa berfungsi di
Android. E-Gamelan ini mendapat apresiasi yang luar biasa dari pihak kampus,
pihak keraton jogja dan solo serta sudah sanggup mengharumkan nama Indonesia di
kancah internasional.
![]() |
| Minion Team, Terbaik ke-3 Creative Work |
Dalam event ini saya memfokuskan untuk mengambil banyak ilmu
dari kelas jurnalistik. Beberapa pandangan dan idealisme saya peroleh disini,
diantaranya: Salah seorang pemateri dari Suara Merdeka mengajak kita para
pemuda sekarang untuk lebih melek media, karena tidak semua media menyampaikan
fakta tapi terkadang media hanya membenarkan fakta. Hal ini dirasa wajar
terjadi karena semata-mata untuk mengejar rating, profit oriented dan power.
Kemudian dalam kelas yang lain saya mendapat pandangan baru
mengenai ilmu jurnalistik bahwa menjadi wartawan sekarang ini adalah murni sebuah
profesi. Banyak diantara mereka yang membuat berita yang hanya menitik beratkan
pada yang diminati pasar, hanya sedikit yang masih membuat berita berdasarkan
asas memberika edukasi, informasi, komunikasi dan gerakan sosial kontrol.
Beberapa alasan lainnya, hal ini terjadi karena tekanan dari atasan untuk
membuat target berita berbatas waktu.
Pembicara yang merupakan wartawan freelance dari BCC
menyampaikan atas dasar itu beliau lebih memilih menjadi freelancer agar lebih
leluasa untuk membuat berita yang berkualitas.
Apa yang bisa dilakukan mahasiswa? Sebagai orang biasa yang
peduli terhadap masalah ini kita bisa memberikan solusi kita diantaranya dengan
menjadi citizen journalism. Dengan menjadi citizen journalism kita bisa lebih
bebas membantu menyebarkan optimisme dengan membuat berita tanpa terikat
apapun.
Pesan dari beliau, bahwa untuk menjadi citizen journalism
pemula kita tidak diharuskan untuk mempelajari berbagai macam kaidah
jurnalistik yang sangat panjang kali lebar. Poin terpenting ketika kita
menyampaikan suatu berita yang terpenting adalah berdasarkan data dan fakta
yang terverifikasi, maka berita yang kita buat sudah layak dikonsumsi publik.
Pandangan dari berbagai pembicara yang sudah saya temui dai
event kali ini membuat saya merasa bahwa bagi siapapun yang memutuskan untuk
menjadi wartawan ataupun seorang journalist harus menyiapkan dirinya untuk
bekerja berdasarkan passion ini. Masih mengutip dari salah satu pembicara dalam
event ini: Passion bukan merupakan sesuatu yang untuk diikuti tapi passion
adalah sesuatu yang harus dikejar dan banar-benar diusahakan dengan penuh
gairah.
Namun, saya rasa tidak semua wartawan itu ‘tertekan’ seperti
yang dipaparkan oleh beberapa pembicara sebelumnya. Sebelum ini saya sempat
juga bertemu dengan mba Melda, salah satu jurnalis CNN yang masih bisa
‘bahagia’ dalam menjalankan keseharian dan profesinya.
Dalam kesempatan tersebut, kami sempat bertukar pikiran
mengenai berbagai macam hal. Beliau merupakan seorang kawan yang asik untuk
diajak diskusi. Sayang sekali pertemuan kali ini hanya berlangsung sangat
singkat karena di hari berikutnya beliau sudah pergi ke Salatiga bahkan tanpa
sempat berpamitan terlebih dahulu. Padahal masih banyak hal yang ingin saya
tanyakan dan ingin saya konsultasikan.
Salah satu kata yang masih saya ingat adalah beliau sempat
mengatakan bahwa saya sangat cocok jika menjadi jurnalis. Meskipun begitu
beliau tetap memperingatkan bahwa ketika menjadi jurnalis kamu harus belajar
banyak lagi mengenai ilmu junalistik, karena dalam jurnalistik tidak ada ilmu
keteknikan seperti yang saya pelajari sekarang ini.
Ntah ‘ramalan’ itu hanya sebuah kata untuk memotivasi saya
atau memang sebuah analisis dari seorang jurnalis lulusan sastra jerman Universitas
Indonesia tersebut.
Kita lihat saja nanti, ketika dewasa nanti saya akan menjadi
‘seperti apa’.
#YMF2015
#HastagForNation




0 komentar:
Posting Komentar