RSS
Facebook
Twitter

Sabtu, 02 Juni 2018


IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BAGI ABK (ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS) BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING BANGSA DALAM MENGHADAPI MEA
Handi Suryawinata1
Universitas Negeri Semarang
Pendahuluan
Setiap anak yang dilahirkan pasti mempunyai keistimewaannya masing-masing, termasuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna (Hallahan dan Kauffman, 1986).
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) perlu memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Hal ini dikarenakan mengingat mereka memiliki hambatan internal antara lain fisik, kognitif dan sosial-emosional. Pendidikan bagi anak tersebut dapat di lakukan baik dalam system segregatif di sekolah luar biasa (SLB) maupun system inklusif pada sekolah umum/regular yang menyelenggarakan pendidikan inklusif. Kategori ABK disini adalah peserta didik yang mengalami hambatan visual impairments, hearing impairment, mental retardation, physical and health disabilities, communication disorders, slow learner, learning disabilities, gifted and talented, ADHD, autis dan multiply handicapped.
Mengacu pada estimasi WHO dimana jumlah penyandang cacat adalah 5% dari jumlah penduduk, maka dapat diperkirakan jumlah penyandang cacat di Indonesia sekitar 12.000.000 orang. Menurut sensus penduduk tahun 2003, penyandang cacat usia sekolah adalah 21 % atau sebanyak 2.520.000. Sementara itu, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa melaporkan bahwa ABK yang telah mendapat akses pendidikan (bersekolah) baru sekitar 10% atau sebanyak 252.000 anak dan sisanya 90% atau 2.268.000 anak belum mendapat akses pendidikan. Sebagian besar ABK yang telah mendapat layanan pendidikan adalah mereka yang tinggal di perkotaan dan mereka sekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). Untuk itu pemerintah menyediakan sekolah inklusif karena semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.
Fakta di lapangan menunjukkan beberapa masyarakat berpandangan bahwa sekolah inklusif hanya untuk siswa berkebutuhan khusus dan belum sepenuhnya wali murid percaya pada sekolah inklusif ada yang lebih memilih home schooling untuk anak mereka, yang menjadi pertanyaan disini adalah bagaimana agar sekolah inklusif tidak dipandang rendah oleh masyarakat? Bagaimana sekolah inklusif mendapat kepercayaan dari masyarakat agar anak-anak mereka yang berkebutuhan khusus disekolahkan di sekolah inklusif? Maka dari itu dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang tepat pada sekolah inklusif bagi anak berkebutuhan khusus supaya bisa mendapat kepercayaan dikalangan masyarakat dan yang terpenting bisa mengarahkan potensi, bakat dan keistimewaan yang mereka miliki menuju masa depan yang lebih baik.

Persepsi Masyarakat terhadap ABK (Anak Berkebutuhan Khusus).
Beberapa masyarakat luas masih memandang sebelah mata terkait masa depan ABK (anak berkebutuhkan khusus) nantinya. Namun tak sedikit juga yang masih optimis dan peduli terhadap anak berkebutuhan tersebut, beberapa diantaranya adalah para Guru sekolah inklusif di MI (Madrasah Ibtidaiyah) Ma’Arif Kelurahan Keji, Ungaran Barat, Semarang.
Menurut hasil wawancara penulis dengan kepala sekolah dan beberapa guru pengajar di sekolah tersebut pada bulan November 2015 memaparkan bahwa dibalik kekurangan setiap anak berkebutuhan khusus disini, mereka juga memiliki keistitimewaan masing-masing diantaranya ada yang percaya diri menjadi instruktur senam, ada yang pintar menghafal Al-Qur’an, pintar dalam perhitungan matematika dan lain sebagainya.
Keistimawaan mereka tersebutlah yang harus kita temukan bersama. Bahkan guru disana memberikan tawaran bagi kami apabila ingin mengadakan training atau pengajaran khusus terkait pencarian minat dan bakat terpendam yang mereka miliki namun yang belum terlihat oleh berbagai guru disitu. Satu hal yang perlu kita dukung dan percayai, Peserta didik berkebutuhan khusus dapat mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. (Freiberg, 1995)
Urgensi Implementasi Model Pembelajaran Multiple Intelligence Bagi ABK
Proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik apabila siswa dapat dilatih untuk memanfaatkan seluruh alat inderanya. Untuk itulah dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat membantu mengaktifkan seluruh alat indera yang dimiliki siswa dalam sebuah proses pembelajaran yang diberikan. Model pembelajaran yang dapat dijadikan alternative bagi ABK adalah model pembelajaran multiple intelligence, dimana siswa dapat belajar sambil meningkatkan seluruh potensi kecerdasan yang dimilikinya.
Multiple intelligence atau yang dikenal juga dengan kecerdasan majemuk menurut Misni (2006) adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau melakukan sesuatu yang ada nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Kecerdasan bukan sesuatu yang dapat dilihat atau dihitung, melainkan potensi sel otak yang aktif atau nonaktif tergantung pada pengalaman hidup sehari-hari, baik di rumah, sekolah atau di tempat lain.
Maka dari itu, dengan merapkan multiple intelligence dalam model pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus (ABK) diharapkan seluruh siswa ABK tersebut mampu membuka masing – masing kecerdasan yang dimiliki sehingga banyak menghasilkan berbagai macam industri kreatif maupun peluang kerja untuk kehidupan yang lebih baik bagi mereka kedepannya.
Titik tekan dari teori kecerdasan majemuk menurut Gardner terletak pada kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan untuk menciptakan suatu produk atau karya. Secara lebih terperinci dapat dinyatakan sebagai berikut:
a.       Kemampuan untuk menciptakan suatu produk yang efektif atau menyumbangkan pelayanan yang bernilai dalam suatu budaya.
b.      Sebuah perangkat keterampilan menemukan atau menciptakan bagi seseorang dalam memecahkan permasalahan dalam hidupnya.
c.       Potensi untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah yang melibatkan penggunaan pemahaman baru.
Gardner (1993: 17-25) memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kategori yang komprehensif atau “kecerdasan dasar”, yaitu: Linguistic Intelligence (Word Smart), Logical – Mathematical Intelligence (Number / Reasoning Smart), Visual – Spatial Intelligence (Picture Smart), Bodily – Kinesthetic Intelligence (Body Smart), Musical Intelligence (Music Smart), Interpersonal Intelligence (People Smart), Intra personal Intelligence (Self Smart), Naturalist Intelligence (Nature Smart).
Dalam pengimplementasian model pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus berbasis Multiple Intelligence nantinya akan dibagi berdasarkan delapan macam kelas atau pembelajaran kecerdasan dasar siswa menurut Gardner yang telah dijelaskan sebelumnya.
Dalam praktiknya, untuk menentukan kecerdasan dasar anak berkebutuhan khusus disini hendaknya guru kelas sudah memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya.

Prospek Implementasi Model Pembelajaran Multiple Intelligence Bagi ABK
Untuk mengetahui secara jelas tentang karakteristik pada setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan skrining atau assessment agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri peserta didik yang bersangkutan. Tujuannya adalah setelah diketahui kepribadian mereka maka anak berkebutuhan khusus tersebut bisa ditempatkan sesuai kelas kecerdasan yang mereka miliki.
Berikut adalah output yang diharapkan dari masing – masing kelas Multiple Intelligence nantinya.
a.       Linguistic Intelligence (Word Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi editor, penerjemah, orator, guru privat bahasa dan sebagainya.
b.      Logical – Mathematical Intelligence (Number / Reasoning Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi ilmuwan, ahli statistik, analisis/ programmer komputer, teknisi, guru privat IPA/ Fisika dan sebagainya.
c.       Visual – Spatial Intelligence (Picture Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi insinyur, surveyor, arsitek, perencana kota, seniman grafis, desainer interior, fotografer, guru privat kesenian, pematung dan lain sebagainya.
d.      Bodily – Kinesthetic Intelligence (Body Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi penari, aktor, model, ahli mekanik/ montir, tukang bangunan, pengrajin, penjahit, penata tari, atlet professional dan lain sebagainya.
e.       Musical Intelligence (Music Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi DJ, musikus, pembuat instrumen, ahli terapi musik, penulis lagu, dirigen orkestra, penyanyi, guru musik, penulis lirik lagu dan lain sebagainya.
f.       Interpersonal Intelligence (People Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi ahli sosiologi, ahli antropologi, ahli psikologi, tenaga penjualan, direktur sosial, CEO dan sebagainya.
g.      Intra personal Intelligence (Self Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi ahli psikologi, ulama, ahli terapi, konselor, ahli teknologi, perencana program, pengusaha dan sebagainya.
h.      Naturalist Intelligence (Nature Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi ahli botani, ahli biologi, pendaki gunung, pengurus organisasi lingkungan hidup, kolektor fauna/ flora, penjaga museum zoologi/ botani dan kebun binatang, dan sebagainya.

Konklusi
Model Pembelajaran Multiple Intelligence bagi anak berkebutuhan khusus ini adalah sebuah metode bagi ABK untuk memasuki ke salah satu dari delapan kelas Multiple Intelligence yang mengacu pada teori Gardner (1993: 17-25) bahwa manusia memiliki delapan kecerdasan yang berbeda. Implementasi metode pembelajaran Multiple Intelligence ini harapannya bisa segera diaplikasikan dan didukung penuh oleh pemerintah Indonesia agar anak berkebutuhan khusus lebih cepat menemukan potensi diri mereka sehingga mereka akan tahu dan siap akan bekerja dalam passion apa setelah lulus sekolah nantinya.


DAFTAR PUSTAKA
Freiberg H.J. (1995) Measuring school climate, education leadership.
Gardner, Howard. (1993). Multiple Intelligencies. Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama
Hallahan, Daniel P. Dan Kauffman James, M. (1986). Exceptional Choldren, Introduction to Special Education. Engelwood Cliffs, New York: Printice-Hall, Inc.
Misni Irawati, Memahami Hakikat PAUD, (Februari 4, 2007) Http://www.Indonesia.com/bpost/02007/22opini//opos/ht,
WHO, 1983. Training Disable People in The Community. USA: WHO.

0 komentar:

Posting Komentar