IMPLEMENTASI
MODEL PEMBELAJARAN BAGI ABK (ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS) BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCE SEBAGAI UPAYA
MENINGKATKAN DAYA SAING BANGSA DALAM MENGHADAPI MEA
Handi Suryawinata1
Universitas Negeri
Semarang
Pendahuluan
Setiap anak yang
dilahirkan pasti mempunyai keistimewaannya masing-masing, termasuk ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus). Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar
biasa) di definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan
khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna (Hallahan
dan Kauffman, 1986).
Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) perlu memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Hal ini
dikarenakan mengingat mereka memiliki hambatan internal antara lain fisik,
kognitif dan sosial-emosional. Pendidikan bagi anak tersebut dapat di lakukan
baik dalam system segregatif di sekolah luar biasa (SLB) maupun system inklusif
pada sekolah umum/regular yang menyelenggarakan pendidikan inklusif. Kategori
ABK disini adalah peserta didik yang mengalami hambatan visual impairments, hearing impairment, mental retardation, physical
and health disabilities, communication disorders, slow learner, learning
disabilities, gifted and talented, ADHD, autis dan multiply handicapped.
Mengacu pada estimasi
WHO dimana jumlah penyandang cacat adalah 5% dari jumlah penduduk, maka dapat
diperkirakan jumlah penyandang cacat di Indonesia sekitar 12.000.000 orang.
Menurut sensus penduduk tahun 2003, penyandang cacat usia sekolah adalah 21 %
atau sebanyak 2.520.000. Sementara itu, Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa
melaporkan bahwa ABK yang telah mendapat akses pendidikan (bersekolah) baru
sekitar 10% atau sebanyak 252.000 anak dan sisanya 90% atau 2.268.000 anak
belum mendapat akses pendidikan. Sebagian besar ABK yang telah mendapat layanan
pendidikan adalah mereka yang tinggal di perkotaan dan mereka sekolah di
Sekolah Luar Biasa (SLB). Untuk itu pemerintah menyediakan sekolah inklusif
karena semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan
ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.
Fakta di lapangan
menunjukkan beberapa masyarakat berpandangan bahwa sekolah inklusif hanya untuk
siswa berkebutuhan khusus dan belum sepenuhnya wali murid percaya pada sekolah
inklusif ada yang lebih memilih home
schooling untuk anak mereka, yang menjadi pertanyaan disini adalah
bagaimana agar sekolah inklusif tidak dipandang rendah oleh masyarakat?
Bagaimana sekolah inklusif mendapat kepercayaan dari masyarakat agar anak-anak
mereka yang berkebutuhan khusus disekolahkan di sekolah inklusif? Maka dari itu
dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang tepat pada sekolah inklusif bagi anak
berkebutuhan khusus supaya bisa mendapat kepercayaan dikalangan masyarakat dan
yang terpenting bisa mengarahkan potensi, bakat dan keistimewaan yang mereka
miliki menuju masa depan yang lebih baik.
Persepsi
Masyarakat terhadap ABK (Anak Berkebutuhan Khusus).
Beberapa masyarakat
luas masih memandang sebelah mata terkait masa depan ABK (anak berkebutuhkan
khusus) nantinya. Namun tak sedikit juga yang masih optimis dan peduli terhadap
anak berkebutuhan tersebut, beberapa diantaranya adalah para Guru sekolah
inklusif di MI (Madrasah Ibtidaiyah) Ma’Arif Kelurahan Keji, Ungaran Barat,
Semarang.
Menurut hasil wawancara
penulis dengan kepala sekolah dan beberapa guru pengajar di sekolah tersebut
pada bulan November 2015 memaparkan bahwa dibalik kekurangan setiap anak
berkebutuhan khusus disini, mereka juga memiliki keistitimewaan masing-masing
diantaranya ada yang percaya diri menjadi instruktur senam, ada yang pintar
menghafal Al-Qur’an, pintar dalam perhitungan matematika dan lain sebagainya.
Keistimawaan mereka
tersebutlah yang harus kita temukan bersama. Bahkan guru disana memberikan
tawaran bagi kami apabila ingin mengadakan training atau pengajaran khusus
terkait pencarian minat dan bakat terpendam yang mereka miliki namun yang belum
terlihat oleh berbagai guru disitu. Satu hal yang perlu kita dukung dan
percayai, Peserta didik berkebutuhan khusus dapat mengoptimalkan potensi yang
dimilikinya. (Freiberg, 1995)
Urgensi
Implementasi Model Pembelajaran Multiple
Intelligence Bagi ABK
Proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik apabila siswa dapat dilatih
untuk memanfaatkan seluruh alat inderanya. Untuk itulah dibutuhkan suatu model
pembelajaran yang dapat membantu mengaktifkan seluruh alat indera
yang dimiliki siswa dalam sebuah proses pembelajaran yang diberikan. Model
pembelajaran yang dapat dijadikan alternative bagi ABK adalah model pembelajaran multiple
intelligence, dimana siswa dapat belajar sambil meningkatkan seluruh
potensi kecerdasan yang dimilikinya.
Multiple intelligence atau yang
dikenal juga dengan kecerdasan majemuk menurut Misni (2006) adalah kemampuan
untuk memecahkan masalah atau melakukan sesuatu yang ada nilainya dalam
kehidupan sehari-hari. Kecerdasan bukan sesuatu yang dapat dilihat atau
dihitung, melainkan potensi sel otak yang aktif atau nonaktif tergantung pada
pengalaman hidup sehari-hari, baik di rumah, sekolah atau di tempat lain.
Maka dari itu, dengan merapkan multiple
intelligence dalam model pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus (ABK) diharapkan
seluruh siswa ABK
tersebut mampu membuka masing – masing kecerdasan yang dimiliki sehingga banyak
menghasilkan berbagai macam industri kreatif maupun peluang kerja untuk kehidupan
yang lebih baik bagi mereka kedepannya.
Titik tekan dari teori kecerdasan majemuk menurut Gardner terletak pada
kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan untuk menciptakan suatu produk atau
karya. Secara lebih terperinci dapat dinyatakan sebagai berikut:
a.
Kemampuan untuk menciptakan suatu produk yang efektif
atau menyumbangkan pelayanan yang bernilai dalam suatu budaya.
b.
Sebuah perangkat keterampilan menemukan atau
menciptakan bagi seseorang dalam memecahkan permasalahan dalam hidupnya.
c.
Potensi untuk menemukan jalan keluar dari
masalah-masalah yang melibatkan penggunaan pemahaman baru.
Gardner (1993: 17-25) memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi
delapan kategori yang komprehensif atau “kecerdasan dasar”, yaitu: Linguistic Intelligence (Word Smart), Logical – Mathematical Intelligence (Number /
Reasoning Smart), Visual – Spatial
Intelligence (Picture Smart), Bodily –
Kinesthetic Intelligence (Body Smart), Musical Intelligence (Music Smart), Interpersonal Intelligence (People Smart), Intra personal Intelligence (Self Smart), Naturalist Intelligence (Nature Smart).
Dalam
pengimplementasian model pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus berbasis Multiple Intelligence nantinya akan dibagi
berdasarkan delapan macam kelas atau pembelajaran kecerdasan dasar siswa menurut Gardner yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Dalam praktiknya, untuk menentukan kecerdasan
dasar anak berkebutuhan
khusus disini hendaknya guru kelas sudah memiliki
data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan dengan karakteristik
spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi yang dimiliki, dan tingkat
perkembangannya.
Prospek
Implementasi Model Pembelajaran Multiple
Intelligence Bagi ABK
Untuk mengetahui secara
jelas tentang karakteristik pada setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan skrining atau assessment agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri
peserta didik yang bersangkutan. Tujuannya adalah setelah diketahui kepribadian
mereka maka anak berkebutuhan khusus tersebut bisa ditempatkan sesuai kelas
kecerdasan yang mereka miliki.
Berikut adalah output yang
diharapkan dari masing – masing kelas Multiple
Intelligence nantinya.
a.
Linguistic
Intelligence (Word Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi
editor, penerjemah, orator, guru privat bahasa dan sebagainya.
b. Logical – Mathematical Intelligence (Number / Reasoning Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi
ilmuwan, ahli statistik, analisis/ programmer komputer, teknisi, guru privat
IPA/ Fisika dan sebagainya.
c. Visual – Spatial Intelligence (Picture Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi
insinyur, surveyor, arsitek, perencana kota, seniman grafis, desainer interior,
fotografer, guru privat kesenian, pematung dan lain sebagainya.
d. Bodily – Kinesthetic Intelligence (Body Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi
penari, aktor, model, ahli mekanik/ montir, tukang bangunan, pengrajin,
penjahit, penata tari, atlet professional dan lain sebagainya.
e. Musical Intelligence (Music Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi
DJ, musikus, pembuat instrumen, ahli terapi musik, penulis lagu, dirigen
orkestra, penyanyi, guru musik, penulis lirik lagu dan lain sebagainya.
f. Interpersonal Intelligence (People Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi
ahli sosiologi, ahli antropologi, ahli psikologi, tenaga penjualan, direktur
sosial, CEO dan sebagainya.
g. Intra personal Intelligence (Self Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi
ahli psikologi, ulama, ahli terapi, konselor, ahli teknologi, perencana
program, pengusaha dan sebagainya.
h. Naturalist Intelligence (Nature Smart)
Setelah lulus siswa pada kelas ini memiliki potensi untuk bekerja menjadi
ahli botani, ahli biologi, pendaki gunung, pengurus organisasi lingkungan
hidup, kolektor fauna/ flora, penjaga museum zoologi/ botani dan kebun
binatang, dan sebagainya.
Konklusi
Model Pembelajaran Multiple Intelligence bagi anak
berkebutuhan khusus ini adalah sebuah metode bagi ABK untuk memasuki ke salah
satu dari delapan kelas Multiple
Intelligence yang mengacu pada teori Gardner (1993: 17-25) bahwa
manusia memiliki delapan kecerdasan yang berbeda. Implementasi metode
pembelajaran Multiple Intelligence ini harapannya bisa segera diaplikasikan dan
didukung penuh oleh pemerintah Indonesia agar anak berkebutuhan khusus lebih
cepat menemukan potensi diri mereka sehingga mereka akan tahu dan siap akan bekerja
dalam passion apa setelah lulus
sekolah nantinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Freiberg
H.J. (1995) Measuring school climate,
education leadership.
Gardner,
Howard. (1993). Multiple Intelligencies.
Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama
Hallahan,
Daniel P. Dan Kauffman James, M. (1986). Exceptional
Choldren, Introduction to Special Education. Engelwood Cliffs, New York:
Printice-Hall, Inc.
Misni
Irawati, Memahami Hakikat PAUD, (Februari
4, 2007) Http://www.Indonesia.com/bpost/02007/22opini//opos/ht,
WHO, 1983. Training Disable People in The Community. USA:
WHO.




0 komentar:
Posting Komentar