Menjadi mahasiswa
adalah sebuah kemewahan, impian kebanyakan para anak muda dan merupakan tempat
belajar yang paling ‘nyaman’ pagi para generasi penerus bangsa yang kelak
terjun langsung ke masyarakat untuk mengurus bangsa ini.
Mahasiswa disebut
sebuah kemewahan dan impian banyak para anak muda karena seperti yang kita
ketahui banyak pemuda potensial dari penjuru negeri yang tidak bisa melanjutkan
ke pendidikan tinggi karena mahalnya biaya kuliah saat ini. Meskipun sudah
banyak dari berbagai lembaga maupun instansi yang menyediakan beasiswa namun
rasanya dalam penerimaannya masih belum terjadi pemerataan yang disebabkan oleh
banyak faktor.
Sedangkan disebut
tempat belajar yang nyaman karena dengan menjadi mahasiswa kita bisa menikmati
berbagai fasilitas dan kemudahan dari pihak birokrat kampus yang menyokong
perjuangan kita entah dibidang Politik, Sains, Teknologi, Pengabdian atau
berbagai minat bakat lainnya. Berbeda halnya ketika sudah lulus nanti
perjuangannya pasti akan terasa lebih berat dengan berbagai tekanan dari banyak
aspek.
Menumbuhkan Kesadaran
Dua point besar
dalam tulisan ini yaitu mengenai Politisi Kampus dan Aktifis kampus. Dasarnya
adalah mengenai berbagai pemberitaan besar nasional belakangan ini diramaikan
oleh 2 aspek tersebut diantaranya: Sudah menjadi rahasia umum betapa rendahnya
kualitas para anggota DPR saat ini. Ternyata sebagian besar dari mereka hanya
terdiri dari orang-orang yang tidak lebih dari kelompok orang yang hanya
mementingkan diri sendiri (Pelita.or.id).
Namun tentu tidak
semua politisi seperti itu, masih banyak yang juga berprestasi diantaranya anggota
DPR asal Komisi VII, Satya Widya Yudha mendapatkan Comitted Award malam anugerah ‘The
Right Man on The Right Place’ Lensa Indonesia lantaran memiliki komitmen
dalam bidang energi nasional (Lensaindonesia.com).
Dalam aspek saintis
kita tentu sudah gerah dengan pemberitaan mengenai karya anak bangsa yang
mendunia justru tidak diakui oleh bangsa sendiri seperti: Warsito P. Taruno
berhasil menciptakan sebuah alat untuk memerangi kanker di tubuh penderitanya.
Produknya pernah diujiocobakan di Lab in Vitro. Tapi, beliau justru tidak
diizinkan dan tidak mendapatkan izin edar dari Lembaga Kesehatan Indonesia.
Namun setelah meminta izin di Negeri Jepang untuk bisa mengembangkan dan
membuat produknya. Ternyata, Jepang memberikan apresiasi tinggi kepadanya.
Bahkan Jepang memesan produk buatan Warsito tersebut. Jepang yakin bahwa karya
Warsito jauh lebih unggul dibandingkan karya yang sama dari negara lain.
Kemudian ada juga Ricky Elson yang karyanya berupa mobil sport Selo ditolak
Pemerintah Indonesia. Alasannya karyanya tersebut tidak lolos uji emisi.
Tatkala Pemerintah Indonesia menolak, justru Pemerintah Malaysia tertarik.
Bahkan mereka bersedia memfasilitasi agar produk Ricky bisa dikembangkan dan
diteliti lebih lanjut lagi. Hingga akhirnya, Ricky pun menerima tawaran
Malaysia karena Indonesia tak kunjung memberikan jawaban yang serius. Itulah
tadi, beberapa orang hebat Indonesia yang karyanya justru laris manis di luar
negeri sana daripada di Indonesia yang malah ditolak oleh pemerintahnya sendiri
(Tandapagar.com).
Itulah point nya,
politisi dan santis harus saling bersinergi dalam bahu membahu membangun bangsa
ini. Politisi sebagai pemegang kebijakan harus bersinergi dengan para saintis
untuk selalu berinovasi dan berinvensi mengembangkan berbagai potensi Indonesia
yang sangat kaya ini.
Selama menjadi
mahasiswa ini kebetulah saya telah merasakan dua sisi tersebut yaitu tergabung
dalam BEM KM UNNES pada tahun 2015 dan tergabung dalam Engineering Research
Club 2013-2014 serta UKM PENELITIAN UNNES tahun 2015-2016. Sehingga saya bisa
merasakan bagaimana dua sisi ini adalah hal yang kadang masih belum bisa
disatukan, setidaknya itu yang terjadi di kampus saya sendiri.
Politisi memiliki
jalan perjuangannya sendiri dengan berbagai kebijakan yang tentu saja memiliki
sisi menguntungkan dan merugikan sebagian pihak. Karena itu pasti, seperti kata
pepatah kuno setiap perjuangan pasti membutuhkan perjuangan. Begitupun dengan
kebijakan, pasti butuh pengorbanan.
Dari sini ada 3 hal
yang bisa kita lakukan: Mendiamkan, Mengkritisi atau Ikut menjadi pelaku
perubahan.
Mendiamkan bisa
terdiri dari 2 hal, bisa karena percaya atau bisa karena apatis. Bagus kalau
kita mempunyai kepercayaan terhadap pemangku kebijakan, karena memang itu yang
dibutuhkan dari bangsa ini yaitu saling percaya dan memahami kebhinekaan ini.
Namun bagaimana jika membiarkan ini berarti apatis?
Pandji Pragiwaksono
dalam bukanya Berani Mengubah mengemukakan bahwa pemuda harus peduli terhadap
politik, karena kehidupan kita sehari-hari ini sebenarnya merupakan hasil dari
kebijakan-kebijakan politik. Semakin kita buta politik, semakin mereka memanfaatkan
kita. Maka dari itu sifat apatis terhadap politik harus dihilangkan.
Pilihan kedua
mengenai mengkritisi, ini yang paling mainstream
dilakukan oleh para aktifis BEM atau bisa kita menyebutnya dengan politisi
kampus yaitu melakukan Demo terhadap kebijakan pemangku kebijakan yang dirasa
tidak sesuai dengan kondisi mereka saat ini. Kondisi mereka? Ya, seperti yang
dijabarkan sebelumnya kebijakan pasti memiliki dua sisi mata pisau baik
menguntungkan maupun merugikan sebagian pihak. Maka dari itu kajian sebelum
melakukan demonstrasi haruslah dilakukan oleh kedua belah pihak, baik pihak pro
maupun pihak yang kontra. Hal inilah yang jarang dilakukan para politisi
kampus, jika hal ini sudah dilakukan dan dibicarakan baik-baik tentu tidak akan
ada yang namanya demonstrasi. Meskipun dalam beberapa hal demonstrasi juga
berhasil membawa perubahan yang baik.
Kemudian pilihan
ketiga yaitu menjadi pelaku perubahan. Kita tahu, tak sedikit kontribusi partai
politik untuk membangun bangsa ini. Berbagai hal yang sering dilakukan yaitu
penggalangan dana untuk korban bencana, mengirim relawan pendidik untuk
mengajar di daerah terpencil atau atau membagikan sembako atau mengadakan pasar
murah secara cuma-cuma kedapa warga yang kurang mampu. Namun hal tersebut
apakah dilakukan atas dasar kepedulian atau semata-mata untuk menarik simpati
masyarakat?
Bagus memang
program untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. Namun selama ini saya rasa
belum menemukan program untuk memajukan Indonesia. Untuk itulah kita butuh
saintis, pihak akademis dan partisipasi aktif seluruh masyarakat indonesia,
terutama pada pemudanya. Karena solusi mereka lah yang terkadang out of the box yang bisa membawa
perkembangan bagi bangsa ini namun justru tak didukung oleh para pemangku
kebijakan seperti beberapa contoh yang telah dijabarkan sebelumnya.
Dari sisi aktifis
saintis saat mahasiswa saja sudah banyak karya yang bermanfaat bagi masyarakat.
Salah satunya melalui ajang PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional). Disini
ide dan gagasan terbaik mahasiswa terbaik dari seluruh Indonesia dikumpulkan
setelah sebelumnya melaui seleksi dari Kemenristekdikti. Hal ini lah yang
membedakan Politisi Kampus dan Aktifis Saintis kampus. Keduanya mempunyai arah
perjuangan yang berbeda namun mempunyai tujuan yang sama yaitu memajukan
Indonesia melalui karyanya masing-masing. Namun, keduanya terkadang masih belum
bersatu dan belum ada sinergitas di dalamnya sehingga hasil yang diraih pun
dirasa masih belum maksimal.
Dalam tataran
nasional seharusnya para politisi mendukung karya para saintis dan peneliti
Indonesia dengan memudahkan ragulasi dan pengembangan penelitiannya, jangan
sampai menyesal kemudian setelah karya tersebut diakui oleh pihak asing.
Sedangkan dalam sisi dalam kampus, pihak BEM yang dikenal paling dekat dengan
pihak kampus bisa membantu melobby ke pihak kampus terkait pengembangan sains
dan penelitian di level kampus atau bahkan berpartisipasi aktif didalamnya. Hal
ini tentu kontribusi dan solusi yang dihasilkan akan lebih terasa maksimal,
disinilah arti pentingnya sinergitas.
Jika berkaca dari
Jepang, mereka memiliki sumber daya alam
yang rendah, tetapi perdagangan menolongnya mendapatkan sumber daya untuk
ekonominya. Ekonomi pasar bebas dan
terindustrisasi Jepang merupakan ketiga terbesar di dunia setelah Amerika
Serikat dan Cina dalam istilah paritas daya beli internasional (id.wikipedia.org).
Indonesia memiliki berbagai potensi SDA
dan SDM yang tak kalah dari Jepang maupun China. Namun, karena belum banyak
partisipasi aktif dari pada pemudanya maka cita-cita untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 bagi negara
demokrasi yang kaya kebhinekaan ini masih menjadi PR bersama bagi kita generasi
penerus bangsa.
Sinergitas adalah Kuncinya
Indonesia adalah rumah
bagi 1128 suku bangsa, dengan 746 bahasa, ribuan makanan dan minuman khas,
aneka ragam flora dan fauna (Kompasiana.com). Adalah sebuah cita-cita yang sangat
tinggi untuk menyatukan segala keanekaragaman ini.
Kita terlalu
disibukkan oleh konflik antar agama, suku atau bahkan banyak yang terlalu sibuk
memikirkan dirinya sendiri dan hanya menuntut kinerja dari para pemangku
jabatan. Padahal sejarah mencatat, perkembangan sebuah negara ditentukan oleh
kontribusi dan partisipasi aktif para pemudanya.
Mari lupakan segala
perbadaan yang kita miliki, kuncinya adalah memahami. Ketika kita memahami
perbedaan yang dimiliki bangsa ini maka takkan ada yang namanya perpecahan dan
cita-cita Bhinneka Tunggal Ika bisa benar-benar terlaksana di negara yang
menjunjung tinggi asas demokrasi ini. Setelah saling memahami barulah kita bisa
untuk bersinergi.
Mari berkontribusi
dan bersinergi untuk Indonesia. Baik sekedar tidak apatis terhadap pulitik,
kritis terhadap situasi politik saat ini dan berkontribusi secara langsung atau
terjun langsung mengubah citra politik Indonesia dari dalam dengan menjadi
politisi yang baik beretika dan berkarakter pemimpin.
Referensi :
http://www.kompasiana.com/jaritra/gue-bangga-jadi-warga-negara-indonesia-masalah-buat-lo_552887476ea834ee018b459b
https://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Jepang
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=63031
http://www.qureta.com/post/sinergitas-antara-politisi-dan-aktifis-saintis-sebagai-refleksi-bhinneka-tunggal-ika-indonesia




0 komentar:
Posting Komentar