RSS
Facebook
Twitter

Rabu, 19 September 2018

Seseorang pernah berkata, “Saat mendaki kepribadian seseorang akan benar-benar terlihat; apakah dia egois atau peduli dengan sesamanya”.

Kata-kata itu yang pertama kali kuingat bahkan saat beberapa langkah baru mendaki puncak Puthuk Siwur 1429 MDPL dan puncak Gunung Pundak 1585 MDPL. Bahkan lebih kuingat ketimbang slogan paling populer bagi pendaki yaitu; Jangan ambil apapun selain foto, Jangan tinggalkan apapun selain jejak dan Jangan membunuh apapun selain waktu.

Bagaimana tidak, sebagian dari kami adalah pendaki amatir, atau lebih mudah menyebutnya dengan orang-orang yang malas berolahraga. Maka dihadapkan medan dengan sedikit lebih berat, tubuh langsung kaget dengan memunculkan beberapa reaksi seperti masuk angin atau sekedal pegal-pegal dan nafas terengah-engah.

Padahal sebagai teknisi instrument di Wilmar tentu sebagian dari kita sudah terbiasa berpanas-panasan menghadapi boiler plant, naik turun tangga atau membongkar pasang instrument yang cukup menguras tenaga. Namun nampaknya angin malam itu membuat kami harus sedikit berjalan lebih lambat untuk lebih lama menikmati pemandangan gemerlap kota mojokerto maupun berbincang dengan sesama pendaki lainnya.

Hal ini lah yang mengingatkan kita bahwa segala sesuatu itu butuh persiapan, termasuk mendaki gunung. Baik itu persiapan mental, fisik maupun peralatan penunjang yang sesuai.

Meskipun tak begitu tinggi dan cukup asing namanya bagi saya, pendakian di Gunung Pundak ini cukup membuat antusias karena Gunung ini adalah yang pertama saya daki di tanah rantau, di provinsi Jawa Timur ini.

Setelah hampir 2 jam mendaki, sampailah kita di tujuan pertama yaitu Puncak Puthuk Siwur. Disini kita mendirikan tenda dan kemudian mulai memasak beberapa bekal yang kita bawa dari bawah. Bukan kita sih, lebih tepatnya Pak Roud dan Mas Lemri yang memasak karena memang saya tak tau bagaimana cara menggunakan kompor mini itu hehe

Puncak Puthuk Siwur

Setelah pagi, baru nampak keindahan Puthuk Siwur ini. Tak bisa digambarkan dengan kata-kata, tak cukup dengan kata indah atau luar biasa, kalian harus melihat dengan bola mata kalian sendiri.

Maka di kesempatan kali itu, tak kami sia-siakan bagitu saja. Sebelum melanjutkan perjalanan, kita sempatkan untuk mengabadikan momen indah kali ini.

Berfoto di Puthuk Siwur

Kemudian, perjalanan pun berlanjut. . .

Dan akhirnya, inilah Puncak Gunung Pundak, destinasi utama yang kita tuju, setelah berlelah-lelah dan beradaptasi dengan angin bercampur debu yang setia menemani perjalanan kami. Kurang lebih hampir 1 jam dari Puncak Puthuk Siwur waktu yang kita butuhkan untuk bisa jatuh cinta pada pandangan pertama, namun tak bisa memiliki keindahan ini~

Puncak Gunung Pundak

Lebih dari sekedar puncak, secara keseluruhan saya menikmati setapak-demi setapak tiap perjalanan yang kami lalui. Bahwa sesekali kita harus mendaki, untuk tau bahwa menuju puncak itu butuh proses, pengorbanan waktu, tenaga dan perlu bersakit-sakit terlebih dahulu namun dengan tetap peduli bersama siapa selama ini kita berproses. Naik bersama, sampai diatas pun juga harus bersama-sama.

Bagaimanapun itu, pengalaman kali ini cukup berharga. Besar harapan saya menjadi gerbang pembuka untuk petualangan-petualangan besar lainnya.

Tim Pendaki Electrical Instrument Wilmar

Salam dari kami, Dimas, Fatah, Pak Roud, Mas Lemri, Mas Bayu, Mas Fadli, Mas Rizal dan Saya, Handi Suryawinata, seorang #TravelWorker yang meskipun lelah bekerja namun tak takut untuk bertualang menikmati keindahan alam Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar