RSS
Facebook
Twitter

Jumat, 01 Mei 2020

Terdampak Covid-19

Kalau ini bukan akhir dunia, fenomena Corona (Covid-19) sepertinya akan menjadi catatan sejarah tersendiri bagi dunia secara umum dan bagi Indonesia secara khusus. Di Indonesia sendiri, terakhir kali Negara ini mengalami krisis ekonomi yang hampir menghentikan semua aktifitas masyarakat adalah Krisis tahun 98 (lihat dampak krisis 98 disini). Mungkin ini menjadi ke 2 kalinya setelah krisis 98 setidaknya dalam seperempat abad terakhir ini.  

Beberapa dampak paling kentara bagi masyarakat Indonesia adalah per 24 April 2020 hingga batas waktu yang belum ditentukan sudah tidak ada lagi moda transportasi umum yang beroperasi, baik itu pesawat, kereta, bus semuanya sudah tidak beroperasi. Padahal ini sudah masuk bulan puasa dan pemerintah sudah mewanti-wanti agar masyarakat yang berada di jabodetabek untuk tidak mudik.

Meski saya merantau di jatim, sepertinya juga terancam tidak bisa mudik karena dikhawatirkan menularkan keluarga yang ada di rumah dan dibeberapa kota sudah ada polisi yang berjaga untuk mengembalikan warga yang berniat mudik. Pun kalau sudah bisa kembali kesini harus dikarantina 14 hari dahulu sesuai protokol penganganan corona yang gejalanya akan muncul dalam rentang waktu 14 hari. Secara tidak langsung, pihak kantor juga sudah melarang agar karyawannya tidak keluar kota dulu, bahkan Sidoarjo-Malang pun tak diijinkan.

Selain itu, di Surabaya-Sidoarjo-Gresik sendiri sudah mulai muncul SK Gubernur tentang pelarangan adanya kerumunan warga (berjualanb, beribadah dll) dan diterapkannya jam malam antara jam 21.00-04.00 WIB dilarang keluar rumah yang semakin membatasi gerak warga dan terutama berdampak besar pada masyarakat kecil yang mencari makan dari hari ke hari karena sudah tak bisa berjualan lagi.

Sebuah pilihan sulit karena kalau keluar rumah akan terancam terpapar corona hingga membahayakan nyawa mereka sendiri. Pun kalau tidak keluar juga bisa kelaparan karena tak mendapat uang yang biasanya hanya bisa didapatkan dari hari ke hari. Tapi memang kondisinya seperti ini, semuanya sudah saling curiga, mau memaksakan berjualan pun warga sudah ragu adanya paparan corona dan lebih banyak memilih memasak sendiri. Situasi seperti ini membuat perekomomian masyarakat mengengah kebawah hancur sehancur-hancurnya.

Kantor Tutup Karena Covid-19
Secara pribadi saya tak begitu terdampak karena kantor saya saat ini yang bahkan sudah menerapkan semi WFH (Work From Home) masih bisa survive walau banyak orderan yang tertunda namun belum ada karyawan yang ter-PHK seperti pabrik-pabrik di sebelah yang memang tak bisa dipungkiri dalam masa seperti ini daya beli masyarakat menjadi menurun drastis.

Namun, bapak saya yang seorang padagang yang memperoleh uang dari hari ke hari sudah benar-benar tak bisa berjualan lagi. Hal ini tentu berpengaruh ke saya juga mengingat adik saya juga sedang dalam proses akan masuk ke perguruan tinggi yang juga membutuhkan biaya tak sedikit.

Iya, karena hal ini membuat beberapa hari ini saya sendiri tertekan seperti merasa apa yang saya usahakan dan semua kerja keras selama ini belum mampu mengangkat derajat keluarga saya. Pun saya sadar telah mengecewakan orang-orang disekitar saya karena tak bisa membantu banyak dan membantu mewujudkan impian mereka. Diperparah kita tak bisa kemana-mana untuk sekedar merefresh otak, lalu bagaimana caranya bisa survive dengan semua keadaan ini?

Ada sisi lain dari kasus ini yaitu brand-brand besar mulai memberikan diskon besar-besaran dari 30%-70% agar produk mereka bisa laku terjual dan mereka tetap bisa survive. Bagi masyarakat dengan gaji bulanan mungkin akan menyambut dengan gembira, tapi untuk masyarakat menengah kebawah? Sudah tidak ada yang lebih penting dari sekedar membeli makan. Dalam hal ini peran pemerintah untuk memberikan bantuan bagi masyarakat menengah kebawah tentu sangat diperlukan.

Cepat berlalu corona, lekas membaik Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar